sumber foto: slate.com

Telah beberapa lama tidak mengunggah tulisan di blog dan ada rasa bersalah terlebih karena pernah menjadi peserta kelas menulis Kepo. Akhirnya, saya pun “membunuh” rasa malas dan mulai menulis lagi yang dimulai dengan bismillah ulasan film. Film yang saya pilih dan memang itu yang ada di laptop saya adalah film yang berjudul “Before Sunrise” yang diperankan oleh Ethan Hawke sebagai James dan memperkenalkan diri sebagai sebagai Jesse. Lawan mainnya adalah Julie Delpy sebagai Celine. Film ini dibuat tahun 1995, setahun setelah kelahiran saya. Namun, baru saya tonton tahun lalu dan menonton ulang serta membuat ulasannya tahun ini.

Film ini dibuka dengan kereta api yang melintasi rel dengan menampilkan rel kereta apinya disusul dengan pemukiman warga yang dapat dilihat di atas kereta api. Jika pembukaan film ini dijadikan pembuka tulisan yang ditulis tahun ini dan dikirim ke Tirto, tentu Mas Fahri tidak akan membacanya, seperti yang ia katakan di Kelas Menulis Makassar ketika ia hadir 5 Juli lalu. Namun, ini adalah film, bukan tulisan. Film ini pun dibuat tahun 1995.

Dua orang (laki-laki dan perempuan) tengah berbincang dalam bahasa Jerman yang diakhiri dengan pertengkaran. Pertengkaran itu membuat si perempuan meninggikan nada suaranya yang membuat si Celine terganggu dengan aktivitas membaca. Akhirnya Celine si gadis Paris harus pindah tempat duduk dan memulai mengobrol dengan James atau yang biasa dipanggil Jesse. Obrolan mereka berlanjut ke tujuan perjalanan masing-masing, orang-orang dewasa, dan tentang kematian.

Jesse akan singgah di Wina dan Celine akan ke Paris setelah perjalanan dari Budapest mengunjungi neneknya. Kereta sudah sampai di Wina. Dengan ragu, Jesse mengajak Celine turun dari kereta dengan iming-iming bahwa hal itu tidak akan disesali Celine dan akan ia ingat suatu saat sebagai sebuah kenangan yang hebat. Tak perlu lama-lama membujuk Celine untuk setuju. “Baiklah, aku akan ambil tasku.” Dan mereka pun turun dari kereta. Pada saat mereka turun dari kereta, mereka belum tahu nama satu sama lain. Baru ketika akan mencari loker untuk tas-tas mereka yang tak mungkin dibawa mengelilingi Wina, mereka berkenalan.  Jika kalian jadi Celine, kalian mau nda turun bersama orang yang baru kalian kenal untuk menemaninya semalam saja?

Canggung, itulah yang mereka rasakan saat berjalan-jalan menyusuri Kota Wina, tetapi mereka berusaha menghilangkannya dengan mengobrol. Karena tujuan mereka tidak tidak jelas, sama kayak hubunganmu akhirnya mereka memutuskan untuk bertanya tentang museum atau pameran yang bisa mereka kunjungi selama di kota itu.

Mereka saling bertanya dan menjawab. Jesse-Celine-Jesse-Celine begitulah urutan mereka bertanya. Pertanyaan-pertanyaan mereka adalah pertanyaan dengan jawaban tentang pribadi masing-masing. Si Celine benar-benar terbuka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Jesse. Mereka ke toko musik yang menyediakan musik dari piringan hitam. Mereka ke kuburan, gereja, ke klub, kafe, dan ke bar untuk meminta sebotol anggur merah dan meminjam tanpa mengembalikan dua gelas yang dipakai untuk menghabiskan malam.

Mereka bersenang-senang. Melewati jalan dengan berpegangan tangan yang sebelumnya didahului dengan ciuman di atas kincir raksasa. Ada satu hal yang saya yakini bahwa perempuan akan selalu bertanya kepada laki-laki, “Bagaimana kau melihatku?” Kenapa bisa jatuh cinta?” Kenapa bukan yang lain?” atau pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya. Tapi Jesse cukup pintar tentunya dengan tak memberi jawaban karena jawabannya bisa saja menjadi bumerang baginya

Dalam perjalanan, mereka dicegat oleh seorang pemuda yang jarinya mengapit rokok. Pemuda itu memberikan tawaran membuat puisi untuk mereka, kalau puisinya bisa menambah sesuatu dalam hidup mereka, si pemuda boleh dibayar dengan apa saja. Celine dan Jesse pun memberikan satu kata yang akan dibuat dalam satu puisi.

“Mencintai dan dicintai penting bagiku, bukankah semua yang kita lakukan hanya agar lebih dicintai? Celine mengatakan hal itu ketika mereka mulai membicarkan hubungan dengan lawan jenis. Mereka menghabiskan malam dengan sebotol anggur. Besoknya mereka harus berpisah, tetapi berjanji untuk bertemu lagi di bulan Desember. Mereka tidak bertukar alamat rumah untuk berkirim pesan atau bertukar nomor telepon. Mereka hanya berjanji akan bertemu enam bulan terhitung sejak perpisahan mereka hari itu.

Film ini diisi dengan banyak sekali percakapan. Sesuatu yang tentunya sulit jika dijadikan sebuah tulisan. Bahkan, Eka Kurniawan dalam blognya pernah menulis bahwa percakapan adalah hal yang susah untuk dituliskan. Namun, karena ini adalah film jadi tidak sulit-sulit amat kali ya. Suka sih sama film ini.